Entah kenapa tiba-tiba saya kepikiran soal wakaf. Mungkin ini efek setelah di timeline Instagram ngongol iklan soal ibadah wakaf. Jadi, saya cari tahu deh itu arti wakaf apa.
Tapi di sini, jalan yang sering saya lewati menuju kantor-kos, saya belum menemukan adanya tulisan “tanah ini diwakafkan”. Dulu, waktu masih di Pekanbaru, saya cukup sering melihat tanah luas yang diwakafkan sama pemiliknya.
Setelah nyari tahu, pengetahuan awal saya mengenai wakaf memang keliru banget! Yang ada dipikiran hanyalah sebatas memberikan tanah dan bangunan untuk kegiatan ibadah di jalan Allah SWT saja. Sebatas itu. Soal mekanismenya? Boro-boro saya tahu dan paham.
Padahal, wakaf itu menjadi amal ibadah yang dianjurkan dalam agama Islam. Saya merasa malu, kenapa urusan dalam agama sendiri saya masih malas mencari tahu dan tidak aware?
Dulu, kalo ngomongin wakaf, yang terpikir adalah, “ini ibadah buat orang tua yang sudah punya tanah yang luas dan harta melimpah.” Terus yang masih muda seperti saya bisa apa? Jangankan tanah, duit tabungan aja belum punya, gimana mau berwakaf?!
Saya yakin, mungkin tidak hanya saya yang berpikir seperti ini. Karena memang dalam praktik sehari-hari, yang kita lihat di tengah masyarakat adalah, wakaf hanya berupa tanah luas atau bangunan masjid atau paling bangunan sekolah madrasah. Padahal, ternyata wakaf ga sesempit itu.
Kurangnya pemahaman akan sesuatu membuat kita jadi memustahilkan apa yang seharusnya mungkin dilakukan. Beribadah gak ribet kok. Asal ada niat ingin mendapat pahala dan dilakukan karena Allah SWT, jangan khawatir, kamu bisa kok.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, harta benda yang bisa diwakafkan bisa digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu benda tidak bergerak, benda bergerak selain uang, dan benda bergerak berupa uang.
Wakaf yang sering kita lihat dan jamak dilakukan berupa benda tidak bergerak, seperti hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan juga benda tidak bergerak lainnya. Sedangkan harta benda yang bergerak selain uang bisa berupa surat berharga, misalnya saham, obligasi, surat utang negara, dan surat berharga lainnya. Bisa juga hak atas kekayaan intelektual, seperti hak merk, hak paten, dan sebagainya. Bisa juga wakaf logam atau batu mulia, kendaraan, mesin atau alat industri, dan banyak lagi. Intinya benda bergerak yang tidak akan habis karena dikonsumsi. Kelompok yang satu lagi yaitu, benda bergerak berupa uang. Iya, kita bisa berwakaf uang, lho!
Ini tentu saja membuka kesempatan bagi saya dan kita generasi milenial untuk bisa berwakaf. Siapa bilang anak muda yang belum punya apa-apa gak bisa berwakaf?!
Caranya gimana? Langsung ngasih duit gitu aja sama orang yang membutuhkan? Itu namanya infaq dong. Ada mekanismenya.
Cara mewakafkan uang
Masih dalam UU yang sama, diatur bagaimana tata cara mewakafkan benda bergerak berupa uang. Uang yang ingin diwakafkan diserahkan pada lembaga keuangan syariah yang sudah ditunjuk oleh Menteri Agama. Nantinya, uang yang diwakafkan akan berupa sertifikat wakaf uang yang diterbitkan oleh lembaga keuangan syariah ini. Sebagai wakif, kita membuat pernyataan secara tertulis.
Sertifikat wakaf uang ini diberikan oleh lembaga keuangan pada Nazhir, selaku penerima dan pengelola harta wakaf. Nazhir inilah yang bertugas untuk mengembangkan harta wakaf sesuai dengan peruntukannya yang sudah ditentukan oleh wakif. Jadi kita sebagai wakif harus menentukan untuk apa manfaat harta wakaf itu nantinya. Bisa untuk keluarga dan kerabat, atau untuk kebajikan bagi masyarakat luas.
Muncul pertanyaan lain, gimana dengan kita yang masih belum punya uang banyak yang bisa diwakafkan?!
Jangan berkecil hati dulu. Dalam Islam sendiri, tidak ada batas minimal untuk siapapun berwakaf. Beda dengan zakat harta yang harus menghitung harta kekayaan dulu, jika sudah mencapai ketentuannya, wajib mengeluarkan beberapa persennya untuk diberikan pada orang yang membutuhkan.
Beda dengan wakaf yang tidak ada batas minimalnya. Jadi kita sebenarnya bisa berwakaf semampunya, tapi jangan sampai berhutang demi untuk bisa berwakaf ya.
Sekarang demi bisa memfasilitasi kita sebagai generasi milenial untuk berwakaf, sudah banyak nazhir yang memperkenalkan konsep wakaf uang dengan nominal kecil tapi secara kolektif yang akan dijadikan berupa aset wakaf, bisa berupa rumah sakit, masjid, atau bentuk aset produktif seperti lahan perkebunan, pertanian, tempat bisnis, dan sejenisnya.
Nah, salah satunya bisa dengan wakaf asuransi syariah. Jadi nilai investasi dan atau manfaat asuransinya diwakafkan oleh tertanggung utama. Ringkasnya, pemanfaatan asuransi dengan cara berinvestasi melalui lembaga pengelola wakaf, kemudian hasil dan manfaatnya digunakan untuk kemaslahatan umat.
Bagaimanapun caranya, asal harta wakaf tersebut tidak boleh habis atau berkurang nilai nominalnya. Yang boleh dipergunakan hanyalah hasil dari pengembangannya.
Meskipun pengetahuan saya mengenai arti wakaf belum banyak dan detail, tapi jujur, saya ingin sekali untuk bisa berwakaf mulai sekarang. Ini bakal jadi tabungan pahala saya di akhirat nanti. Selagi harta yang kita wakafkan masih dimanfaatkan banyak orang, selama itu pula pahalanya mengalir, meskipun kita sudah meninggal dunia. Karena sesungguhnya gak ada sebaik-baiknya harta selain yang dimanfaatkan di jalan Allah SWT. Yuk, mulai merencanakan soal wakaf hehe.
Baca juga: Review Jujur Aplikasi Ajaib, Platform Investasi Saham Online nan Mudah untuk Pemula